Sabtu, 20 Juni 2009

BNI CABANG PONOROGO DIDUGA KUAT MELAKUKAN PELANGGARAN ETIKA PERBANKKAN DAN PATUT DIDUGA MENGGELAPKAN DANA HASIL PENJUALAN RUMAH MILIK KONSUMEN ( NASAB



.Data yang dihimpun LPKSM Korwil Madiun menyebutkan Pihak BNI Cabang Ponorogo, telah melakukan pelanggaran berat terhadap UU nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankkan, selain itu BNI Ponorogo juga melakukan Mall praktek perbankkan yang berdampak seorang Nasabah kehilangan tempat tinggal.
Mwnurut pengakuan Konsumen ( Nasabah ) pada tanggal 28 januari 2005 dari Aplikasi permohonan kredit tanggal 24 januari 2005 konsumen ( Zaenal Arifin) mengaku telah mengajukan dan menerima pinjaman Kredit dari Bank BNI Cabang Ponorogo sebesar Rp.300.000.000,- ( Tiga Ratus Juta Rupiah ) untuk Merenovasi rumah ( Tempat tinggal ) di Jl. Betoro Katong 154 RT/RW 01/02 Desa/Kelurahan Kertosari Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo. Bentuk atau sifat kredit dengan angsuran dengan jangka waktu pinjaman 10 Tahun dari Tanggal 28 Januari 2005 s/d 28 Januari 2015, dengan Jaminan sebuah Surat Pernyataan Bendahara, SHM No.614 Tanggal 14-04-1994 an.Zaenal Arifin diikat Hak Tanggungan sebesar Rp.458.000.000,- IMB, dan SK PNS an. Endang Styorini.)
Pada tanggal 1 Januari 2005 sampai dengan 1 Desember 2007 Konsumen ( Nasabah ) mengaku telah membayar angsuran pinjaman dimaksud selama kurang lebih 34 bulan atau senilai Rp.155.585.192,- ( Seratus Lima puluh lima Juta lima ratus delapan puluh lima ribu seratus sembilan puluh dua rupiah ) dengan perincian antara Tahun 2005 - 2006 membayar Rp. 50.235.292,- Tahun 2006 – 2007 membayar Rp. 65.350.000,- Tahun 2007 – Bulan September 2008 membayar angsuran sebesar Rp. 40.000.000,-
menurut pengakuan Konsumen/Nasabah Saudara Zaenal Arifin, pihaknya mengalamikemrosotan ekonomi sebagai imbas dari krisis global, sehingga terjadi keterlambatan pembayaran / angsuran pada PT. BNI selama kurang lebih 1 Tahun. Namun pihak Zaenal Arifin tetap beretikad baik untuk membayar utang pada PT BNI cabang Ponorogo terbukti pihaknya masih membayar angsuran pinjaman dengan jumlah total Rp.40.000.000,- dari Tahun 2007 sampai dengan bulan September Tahun 2008.
Bahwa Zaenal Arifin, sebagai nasabah BNI mengaku ketika terjadi macet kredit pihaknya terus mendapat tekanan dari pihak BNI, baik secara lisan maupun melalui berbagai surat peringatan, dan pengancaman pelelangan jaminan rumah dari tanggal 9 November 2006 sampai dengan 1 Februari 2008 sebanyak 25 ( Dua puluh lima ) kali yang isinya teguran – teguran, penyelesaian pinjaman, penyelesaian tunggakan, dan pemberitahuan lelang sehingga pihak Zaenal arifin merasa trauma dan ketakutan, yang dampaknya mereka terpaksa menanda tangani akta jual beli yang direkayasa Pihak BNI kepada Agus Setiantoro pada Tanggal 12 Februari 2009.
Pengakuan Zaenal Arifin, bukan hanya soal ancaman dan peringatan pelelangan saja yang ia terima, tetapi Ia mengaku bingung pada saat proses transaksi jual beli dengan Agus Setiantoro, ternyata ada intervensi dan pengondisian awal dari pihak BNI. Terbukti pada tanggal 12 Februari 2009, dengan spontanitas Sdr Zainal Arifin beserta Istrinya Endang Styorini dijemput oleh Pihak BNI menuju Kantor Noktaris untuk menanda tangani perikatan jual- beli, dan Kwitansi Kosong.
Hal di atas dapat dilihat dari modus dan system pembayaran Pembeli ( Agus Setiantoro ) yang semula menjanjikan bayar tunai, namun pada kenyataannya ia hanya memberi Uang Muka/ perskot pertama Rp. 50.000.000,- dan kedua Rp. 10.000.000,- sehingga jumlah uang muka Rp. 60.000.000,-. Setelah pulang dari Noktaris pihak Zaenal Arifin diberi uang sebesar Rp. 14.500.000,- sehingga jumlah uang muka seluruhnya Rp. 74.500.000,-Sedangkan sisanya Rp. 325.500.000,- langsung ditangani Pihak BNI dengan cara mengajak paksa Zaenal Arifin ( Penjual ) ke Noktaris untuk mengadakan perjanjian jual - beli. Pembeli dengan difasilitasi oleh pihak BNI, tidak melakukan pembayaran kekurangan Rp. 325.000.000,- di hadapan noktaris, tetapi langsung dilakukan pemotongan oleh pihak BNI, sebagai pelunasan pinjaman Zaenal Arifin, sedangkan jumlah tersebut ( Rp.325.000.000 ) terlalu besar menurut perhitungan debitur sisa hutangnya hanya Rp.150 .000.000,- ( Seratus Lima Puluh Juta Rupiah ).
Konsumen / Nasabah Zaenal Arifin mengaku, pembeli yang telah dikondisikan oleh pihak BNI, dalam melunasi pembelian rumah Sdr.Zaenal Arifin yang dijadikan jaminan pada BNI, hanya rekayasa Pihak BNI, yakni dengan memberi pinjaman kepada pembeli / Over Kredit dari Zaenal Arifin ke ( Agus Setiantoro ) dengan jaminan yang sama yakni Sertifikat HM a/n penjual, ( Zaenal Arifin ).
Dikatakan Pimpinan LPKSM Korwil Madiun, Tindakan Oknum Pegawai BNI Wt, itu telah melanggar peratmengakibatkan Konsumen ( Nasabah ) kehilangan tempat tinggal. Kesalahan BNi yang pertama ketika Nasabah terjadi macet kridit bukannya melakukan pembinaan dan antisipasi tetapi terus melakukan intimidasi dan ancaman berbagai cara termasuk ancaman pelelangan Jaminan, padahal Nasabah ( Konsumen ) masih dalam Kontrak, sehingga konsumen adanya hanya takut kwatir , bingung , cemas dan kehilangan akal sehat,
Yang kedua , BNI dengan serta merta melakukan pelanggaran etika perbank-kan, karena dengan memperdaya Konsumen/ nasabah membuatkan penawaran Jaminan kepada Pihak lain , dan memperdaya konsumen dengan berbagai cara, yang lebih Tragis Konsumen/nasabah dijemput langsung oleh BNI dibawa ke hadapan Noktaris untuk melakukan penanda tanperikatan jual beli,dan menyodorkan kwitansi kosong kepada Nasabah yang sama sekali dalam tidak stabil pemikirannya, bahkan BNI patut diiduga menggelapkan /merampas dana hasil penjualan rumah milikNasabah tersebut.............

Rabu, 21 Januari 2009

SAATNYA KONSUMEN BANGKIT


MENJELANG 10 TAHUN SEJAK BERLAKUNYA UU KONSUMEN (UU NO. 8 TAHUN 1999,TERBUKTI kONSUMEN iNDONESIA MASIH TERPANDANG SEBELAH MATA OLEH PEMBUAT kEBIJAKAN, SEBUT SAJA PEMERINTAHAN KITA. Meski sudah diberlakukannya UU dan PP tentang Perlindungan Konsumen, tetapi sistem pelaksanaan dan Pengawasannya masih belum berimbang dengan realitas dilapangan. Ibarat Pepatah, Pemerintah kita Melepaskan Kepalanya tetapi mengikat Ekornya,. Hal ini dapat diambil contoh kecil tetapi dampaknya sangat menyengsarakan masyarakat ( Konsumen ). Pemerintah kita hanya mampu membuat UU dan peraturan tanpa diiringi dengan pengawasannya,.